Perspektif lain dari Piramida DIKW

Gambar 1. Ilustrasi karikatural tentang data, Sumber: phdcomics.com

Secara common sense, antara data dan informasi bisa diasosiasikan bahwa data yang telah dilakukan proses pengolahan tertentu disebut dengan informasi. Menurut Eko Nugroho (2017), data merupakan fakta tercatat mengenai suatu objek, sedangkan informasi adalah suatu pengetahuan yang bergunan untuk pengambilan keputusan. Jadi, di antara data dan informasi sendiri terdapat suatu proses untuk mengelola dan mengolah, ditambahkan konteks yang melingkupi suatu data tersebut, bahkan dilakukan penyaringan pada data tertentu sehingga menjadikannya informasi yang bisa dipahami oleh siapapun yang membutuhkannya. Tanpa proses pengelolaan dan pengolahan tersebut, data niscaya menjadi tidak bermanfaat.

Dalam bidang ilmu informasi, pengertian antara data, informasi, pengetahuan dan kebijaksanaan (data, information, knowledge, dan wisdom) yang secara umum diterima bisa dilihat melalui gambar di bawah ini:

Gambar 2. Piramida DIKW, Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/DIKW_pyramid

Piramida tersebut, menurut Danny P. Wallace dalam Wikipedia (2017), tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan piramida tersebut pertama kali muncul. Namun demikian, piramida tersebut sudah sejak lama menjadi bahasa (sehari-hari) dalam bidang ilmu informasi. Dalam piramida DIKW tersebut, data diposisikan paling bawah yang menempati area yang lebih luas dibanding komponen lain. Hal ini mengindikasikan bahwa secara kuantitas, data berjumlah lebih banyak daripada informasi, yang mana harus dilakukan penyaringan sehingga menjadi lebih bermakna. Data juga berada di posisi paling bawah yang mengindikasikan bahwa meskipun berada sebagai pondasi piramid, namun keberadaannya kurang signifikan sebelum dilakukan organizing dan summarizing terhadapnya. Di lain pihak, kebijaksanaan atau wisdom menempati posisi puncak sebagai suatu nilai yang secara luas dianggap benar dan merupakan hasil yang luhur dari proses pengolahan yang terus menerus antara data menjadi informasi, dan informasi menjadi pengetahuan. Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk meningkatkan efektivitas. Kebijaksanaan menambah nilai, yang membutuhkan fungsi mental yang kita sebut penghakiman. Nilai etika dan estetika yang disiratkan ini melekat pada aktor dan bersifat unik dan pribadi (Rowley dan Hartley, 2006 dalam Wikipedia, 2017).

Urut-urutan piramida DIKW ini pada sekitar tahun 1960an, terutama transformasi dari data menjadi informasi, diterima secara luas dalam perspektif ilmu komputer. Namun setelah informasi mengalami ledakan (information overload) seperti yang disinyalir oleh Alvin Toffler melalui Future Shock pada 1970, perlu dilakukan definisi ulang mengenai istilah apa yang tepat dalam menggambarkan nilai yang kita ambil dari informasi. Dari sinilah lahir komponen pengetahuan atau knowledge (Weinberger, 2010).

Namun demikian, konsep piramida DIKW ini tidak selamanya kaku. Ada beberapa ilmuwan yang mengkritik konsep piramida ini. Yang pertama, Weinberger mengkritik kemunculan istilah pengetahuan dalam piramida DIKW ini. Dalam kritiknya di Harvard Business Review (2010), ia lebih menekankan definisi pengetahuan menurut Plato, yaitu bahwa pengetahuan (adalah sesuatu yang) telah menjadi semacam seperangkat keyakinan yang benar dan bahwa kita dibenarkan untuk percaya. Dan bahwa karena kita telah menginvestasikan begitu banyak dalam dunia komputasi, maka istilah pengetahuan telah direduksi hanya menjadi semacam hasil akhir dari penyaringan informasi. Menurutnya, pengetahuan lebih dari itu, yakni bukan sekedar hasil dari algoritma penyaringan, namun juga melibatkan proses yang lebih bersifat sosial, memiliki tujuan, kontekstual dan terikat secara budaya.

Lebih lanjut, Weinberger menyatakan bahwa proses kita mendapatkan pengetahuan juga diantaranya juga melalui proses  bermain, berbuat benar dan salah, berbicara dengan orang lain dan membuat ikatan sosial, dengan rasional maupun intuitif, dan seterusnya. Dari pernyataannya ini, bisa kita ambil kesimpulan bahwa pengetahuan meliputi scope yang lebih luas, melibatkan lebih banyak faktor untuk mencari substansi pengetahuan, memerlukan tidak hanya teknologi namun juga pengalaman manusia dalam melakukan ekstraksi informasi sehingga kita mendapatkan pengetahuan yang kita harapkan. Dari sini, kesimpulan Weinberger bahwa piramida DIKW yang justru semakin atas semakin mengecil dan mengerucut itu paints the wrong picture, bisa kami terima argumentasinya.

Yang kedua, secara lebih teoritis, Fricke (2009) mengatakan bahwa mengenai informasi, ia mengatakan bahwa banyak sekali ragam pengertian mengenai informasi, utamanya dalam bidang ilmu informasi. Pun, mengenai hubungan antara data dan informasi, ia mengatakan bahwa semua data adalah informasi, namun ada informasi yang bukan merupakan data. Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa rotasi bumi pada porosnya serta revolusi bumi mengelilingi matahari adalah informasi.  Namun hal ini, untuk sebagian besar tujuan, bukan merupakan data. Informasi bisa berkembang lebih luas daripada data.

Dalam argumentasinya, Fricke juga mengemukakan mengenai strong dan weak knowledge. Ia mengutip AI Goldman (1999) dimana perbedaan signifikan antara strong dan weak knowledge dimana meskipun keduanya meliputi kebenaran hakiki (justified-true-beliefs) dan pernyataan yang benar (justified-true-statement), namun pada weak knowledge, tidak terjadi justifikasi terhadap sebuah pernyataan. Lebih lanjut, dalam komponen hirarki DIKW, menurutnya informasi sifatnya lebih luas dari data dan beberapa bagian daripadanya bersifat lebih logis daripada data. Informasi tidak bisa direduksi menjadi data. Dalam konteks weak knowledge, informasi dan pengetahuan menjadi sinonim, keduanya menjadi satu (collapse into each other). Sedangkan mengenai pengetahuan, ia mengemukakan bahwa perbedaan definisi dari hirarki DIKW adalah bahwa DIKW melihat pengetahuan sebagai know-how, yang mana akan membuatknya tidak bisa diartikulasikan dan tidak dapat didokumentasikan. Sedangkan dalam konteks weak-knowledge, pengetahuan menjadi bisa diartikulasikan dan bisa didokumentasikan.

Sebagai kesimpulan, konsep piramida DIKW tidaklah kaku dan tidak bisa diartikan hanya melalui satu perspektif. Ia membuka kemungkinan definisi dari perspektif lain sehingga membuka peluang menerima berbagai jenis dan bentuk data, informasi, pengetahuan dan kebijaksanaan tidak semata hanya dari perspektif yang sudah mapan.

 

Daftar Pustaka

Frické, M. (2009). The knowledge pyramid: a critique of the DIKW hierarchy. Journal of information science, 35(2), 131-142.

Nugroho, Eko. (2017). Materi kuliah Penelusuran Informasi berbasis TIK. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Weinberger, David. (February 2, 2010). The Problem with the Data-Information-Knowledge-Wisdom Hierarchy. Retrieved August, 27, 2017 from https://hbr.org/2010/02/data-is-to-info-as-info-is-not

Wikipedia. (2017). DIKW Pyramid. Retrieved August, 27, 2017 from https://en.wikipedia.org/wiki/DIKW_pyramid

Leave a Reply

Your email address will not be published.