Game theory dalam ketidakpastian informasi

Informasi pada saat ini menjadi sebuah istilah yang sangat lekat dengan keseharian kita. Kemunculan informasi, khususnya yang berkaitan dengan teknologinya, tidak lepas dari peran ilmuwan di masa lampau. Floridi (2010) bahkan menyebutkan bahwa Alan Turing, yaitu ilmuwan yang sangat berperan dalam masa awal kemunculan teknologi informasi, merupakan representasi dari kemunculan revolusi keempat. Revolusi yang dimaksudkan disini berkaitan dengan bagaimana kemunculan teknologi bisa mempengaruhi kehidupan manusia. Floridi menyebutkan bahwa revolusi pertama ditandai oleh teori Nicolaus Copernicus mengenai bumi mengelilingi matahari. Revolusi kedua ditandai oleh teori Charles Darwin mengenai spesies manusia. Sedangkan revolusi ketiga ditandai oleh teori dari Sigmund Freud.

Revolusi keempat hingga saat ini kita rasakan dampaknya berupa semakin banyaknya informasi yang kita dapatkan bahkan melebihi yang mampu kita perlukan. Salah satu teori mengenai informasi ini, khususnya dalam bidang ekonomi, menyebutkan bahwa informasi bisa berbentuk asimetrik dan bisa dilakukan analisis terhadapnya. Teori ini menganalogikan analisis terhadap informasi asimetrik serupa dengan menyelesaikan sebuah permainan. Tidak salah apabila kemudian teori ini lebih dikenal dengan Game Theory (GT). GT berawal dari ide zero-sum game dimana seorang pemain memperoleh kemenangan diatas kekalahan pemain lain. ide ini kemudian dikembangkan oleh John von Neumann pada tahun 1944 dalam bukunya berjudul Theory of Games and Economic Behavior yang ditulis bersama dengan Oskar Morgenstern. Edisi kedua dari buku ini kemudian dilengkapi dengan axiomatic theory of expected utility yang memungkinkan ilmuwan statistik dan ahli ekonomi membuat keputusan di bawah kondisi ketidakpastian.

GT merupakan sebuah studi mengenai interaksi (permainan) dan situasi strategis diantara agen (pemain, tidak selalu berupa manusia) yang mana mereka sepenuhnya rasional (mereka lebih mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan pemain lain), selalu mewaspadai pemain-pemain lain dan sadar sepenuhnya bahwa keputusan yang mereka buat saling bergantung dan sangat mempengaruhi hasil akhir permainan. Permainan ini memiliki 4 elemen, yaitu:

  1. Pemain, berapa banyak dan siapa saja mereka
  2. Strategi masing-masing pemain, yaitu tindakan yang mereka lakukan terhadap kondisi yang sudah diberikan (known circumstances)
  3. Keluaran atau hasil akhir dari langkah-langkah yang dilakukan oleh pemain
  4. Urutan waktu dari setiap langkah dan kondisi, jika permainan tersebut berupa permainan berurutan.

Permainan akan berlangsung dengan menarik apabila semua informasi atau keempat elemen di atas tersedia. Jika informasi tersebut tidak tersedia seluruhnya, maka tiap pemain tidak dapat memprediksi efek yang ditimbulkan dari setiap langkah yang ia ambil sebagai respon dari langkah yang diambil pemain lainnya. Ketersediaan informasi secara lengkap ini merupakan asumsi dasar yang dipakai untuk menggambarkan model teoritis dari sebuah pasar persaingan yang sempurna dan efisien. Dalam pasar persaingan sempurna, setiap agen yaitu pembeli dan penjual, konsumen dan perusahaan, diasumsikan memiliki semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang optimal. Namun demikian, ini adalah asumsi yang sangat kuat. Pada kenyataannya banyak permainan dilakukan tanpa adanya informasi yang lengkap. Hal inilah yang kemudian disebut dengan informasi yang asimetrik. Sebagai contoh permainan dengan informasi asimetrik diantaranya Scrabble dan Poker yaitu dimana satu pemain tidak mengetahui huruf atau kartu apa yang sedang dipegang oleh pemain lain.

Kita juga bisa melihat relasi informasi asimetrik ketika melihat cara penggunaan kita terhadap perangkat lunak maupun media sosial. Kecenderungan orang Indonesia untuk mencari perangkat lunak yang gratis tidak membuatnya waspada terhadap berbagai jenis kejahatan dalam dunia cyber. Beberapa perangkat lunak bisa saja disusupi oleh kode-kode program untuk mencuri data atau sekedar menampilkan iklan. Kita kemudian berupaya supaya informasi tersebut menjadi simetrik dengan mencari informasi seluas-luasnya mengenai bagaimana karakteristik program atau perangkat lunak berbahaya. Demikian juga dalam penggunaan media sosial yang hingga saat ini masih bersifat gratis. Proses kita mencari informasi mengenai cara kerja media sosial dan bagaimana mereka mendapatkan keuntungan, merupakan usaha dari kita sebagai pemain dalam sebuah game theory untuk berupaya mensejajarkan diri dengan pemain lain. Dalam posisi sejajar dengan pemain lain (bahkan bisa jadi tidak hanya dengan pemain namun sejajar dengan bandar permainan tersebut), sebuah permainan akan berlangsung elegan.

Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah bisakah GT diterapkan dalam dunia informasi itu sendiri? Dalam dunia perpustakaan? Asimetri informasi bisa terjadi tatkala baik pemustaka maupun pustakawan tidak mendapatkan akses yang memadai terhadap ilmu baik yang berbentuk cetak maupun elektronik. Prinsip ketidakpastian (uncertainty condition) dalam GT juga bisa dianalogikan pada saat kita melalui mesin penelusur hanya memperoleh informasi paling atas ataupun paling populer. Informasi tersebut tidaklah selalu yang kita butuhkan, bahkan dalam kondisi tertentu, literatur yang diperoleh dipaksakan untuk dipakai mendukung tulisan yang sedang kita buat.

 

Daftar Pustaka

Floridi, L. (2010). Information: A very short introduction. OUP Oxford.

Wikipedia. (September 9, 2017). Game Theory. Retrieved from https://en.wikipedia.org/wiki/Game_theory

One thought on “Game theory dalam ketidakpastian informasi

Leave a Reply

Your email address will not be published.